Cerita Tentang Menghindar dari Kutukan Alam

Fatah, Muhammad Husni Abdul
5 min readApr 10, 2021

--

Photo by Charlie Hang on Unsplash

Majalah The Economist pada 1977 memberitakan tentang adanya deindustrialisasi pada sektor manufaktur di Belanda, setelah ditemukannya Ladang Gas Alam Groningen. Penemuan ladang gas alam tersebut, menyebabkan fokus pembangunan meningkat hanya pada beberapa sektor spesifik (ekstraksi sumber daya alam), dan di sisi lain, terdapat menurunnya pertumbuhan ekonomi di sektor perindustrian.

Peristiwa tersebut, dikemudian hari disebut sebagai Dutch Disease. Fenomena tersebut, menyebabkan beberapa negara terjebak pada ketergantungan pada sumber daya alam, atau yang kerap disebut sebagai Resource Curse, alias kutukan sumber daya alam.

Secara teori, penemuan sumber daya alam merupakan sebuah berkah bagi perekonomian. Permintaan yang inelastis terhadap beberapa sumber daya alam (dikarenakan besarnya kebutuhan energi bagi masyarakat global), menjadi sebuah peluang yang besar untuk menjadi tambahan devisa bagi sebuah negara.

Akan tetapi, pada realitanya berbagai negara yang memiliki kelimpahan sumberdaya alam (seperti migas, dan berbagai mineral) memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah, ketimbang berbagai negara yang memiliki candangan sumber daya alam yang lebih kecil. Studi oleh Sachs dan Warner (1995) menemukan bahwa terdapat korelasi positif yang kuat, antara kecilnya pertumbuhan ekonomi, dengan melimpahnya sumber daya alam.

Oleh karenanya, hal ini menjadi perhatian besar, terkait bagaimana alokasi sumber daya alam, terutama setelah ditemukan berbagai data empirik, yang bertolak belakang dengan teori yang ada. Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mengajarkan optimalisasi dan efisiensi dalam setiap pengambilan keputusannya, dalam rangka alokasi sumber daya. Termasuk salah satunya ialah bagaimana mengatur alokasi sumber daya alam, baik kegunaannya di masa kini, dan kemanfaatannya di masa depan. Oleh karenanya, manajemen sumber daya alam ini sangat penting.

Tulisan ini, bermaksud untuk menguraikan permasalahan ‘kutukan sumber daya alam’ ini, melalui kerangka analisis ekonomi sumber daya alam dan lingkungan, terkait dengan bagaimana mengalokasikan sumber daya alam, untuk kemanfaatan hari ini, dan di masa depan.

Teori dan Analisis Ekstraksi Antar-Waktu

Harris dan Roach (2018) menjelaskan bahwa teori ekonomi memberikan panduan terkait dengan bagaimana optimalisasi sumber daya tidak terbarukan antar waktu. Secara mendasar, net value yang didapatkan untuk menggunakan sumber daya hari ini, harus seimbang (setara) dengan Potensi penggunaannya di masa depan. Dalam rangka mengukur nilai yang ada pada waktu yang berbeda (masa kini dan masa depan), digunakan metode discount rate untuk mengkonversikan nilai di masa depan, ke hari ini.

Bagaimana langkah untuk optimalisasi sumber daya tersebut? Menggunakan konsep user costs, dengan menggunakan sumber daya tersebut hari ini, penggunaan tersebut kelak akan memberikan biaya tambahan bagi kegunaannya di masa depan. User costs adalah semacam eksternalitas pada sebuah waktu, dan sebagaimana eksternalitas pada umumnya, perlu adanya internalisasi dari biaya sosial, ke dalam harga pasar. Termasuk, dalam menggunakan user costs di harga pasar untuk mengurangi konsumsi hari ini, demi memberikan keberlanjutan di masa yang akan datang.

Semisal, penyedia sumber daya alam memperkirakan bahwa akan terjadi sebuah kelangkaan terhadap sumber daya tersebut di masa depan. Maka, harga terkini dari sumber daya tersebut akan merefleksikan user costs. Sebagaimana hukum ekonomi, ketika terjadi kelangkaan maka akan terjadi kenaikan harga. Ekspektasi bahwa harga tersebut akan meningkat di masa yang akan datang, kelak memberikan insentif bagi penyedia, untuk mengatur sumber daya tersebut di pasar (baik berupa menurunkan penawaran), dalam rangka menjualnya di harga yang lebih tinggi di masa yang akan datang.

Prinsip alokasi sumber daya tersebut, kemudian dijelaskan lebih lanjut dengan Hotelling’s rule. Prinsip ini menjelaskan bahwa dalam equilibrium, net price (harga dikurangi biaya produksi) dari sumber daya tersebut harus meningkat pada tingkat yang setara dengan tingkat bunganya. Semisal, ketika sebuah penyedia sumber daya, memiliki keuntungan (profit) yang setara dengan net price (harga jual dikurangi biaya marjinal). Dalam menentukan terkait memporduksi dan menjual sumber daya tersebut, penyedia akan menimbangkan net price hari ini, dan nanti. Apabila net price hari ini (ditambah bunga) lebih tinggi ketimbang net price di masa depan, Maka meng-ekstraksi sumber daya hari ini lebih memberikan keuntungan ketimbang menunggu untuk meng-ekstraksi nanti.

Akan tetapi, ketika ekstraksi tersebut terjadi, tanpa menyisakan untuk generasi yang akan datang, Maka akan menciptakan masalah lain. Over-eksploitasi sumber daya alam, akan menciptakan eksternalitas-eksternalitas lain di masyarakat. Inilah yang menjadi akan permasalahan dari resource curse dan dutch disease. Ketika profit besar yang terasa hari ini, justru menyebabkan ketergantungan pada sumber daya alam, sehingga sektor-sektor vital lainnya, tidak menjadi fokus pembangunan. Lantas, bagaimana solusinya? Salah satu upaya untuk menyelesaikannya ialah dengan menggunakan prinsip Hartwick Rule.

Hartwick Rule dan Investasi Masa Depan

Ketimbang menggunakan sumber daya tersebut untuk dikonsumsi (dan habis tiada sisa untuk masa depan), lebih baik hasil penjaulan sumber daya tersebut diinvestasikan. Begitulah prinsip dari Hartwick Rule. Penerapan prinsip ini diharapkan dapat mencegah sebuah negara agar tidak terjebak dalam sebuah dutch disease, atau resource curse. Akan tetapi, sejauh mana negara-negara dengan sumber daya yang berlimpah menerapkan prinsip ini? Serta bagaimana kelanjutan dan pelajaran yang dapat diambil?

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Hamilton, et al (2005), terdapat berbagai fakta terkait dengan penerapan Hartwick Rule di berbagai negara, antar waktu. Gambar dibawah ini menunjukkan terkait ketergantungan SDA dan akumulasi kapital yang dilakukan. Dengan membagi menjadi empat kategori, terdapat beberapa fakta yang didapat. Gambar ini memberikan fakta bahwa negara yang memiliki ketergantungan terhadap SDA, lebih dari 15% dari PDB tidak ada yang menerapkan Hartwick Rule.

Gambar 1. Kelimpahan Sumber Daya dan Akumulasi Kapital (Hamilton et al, 2005)

Meskipun demikian, terdapat contoh sukses dari penerapan Hartwick Rule, yakni Norwegia. Bahkan pada 1970–1980an, PDB per kapita negara tersebut cenderung rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangganya, yakni Swedia dan Denmark. Meskipun demikian, negara tersebut berhasil ‘lepas landas’ pada tahun-tahun setelahnya. Salah satu kunci sukses dari ‘lepas landas’ tersebut ialah pertumbuhan sektor minyak dan gas (Cappelen dan Mjøset, 2009). Meskipun demikian, negara tersebut dapat terhindar dari kutukan sumber daya alam, berbeda dengan negara-negara lainnya. Mengapa?

Gambar 2. Alokasi Pendapatan Minyak di Norwegia (Olsen, 2019)

Lebih lanjut, Cappelen dan Mjøset (2009) menyebutkan bahwa kunci sukses dari terhindarnya Norwegia dari kutukan tersebut, tidak lain adalah berhasilnya negara tersebut menciptakan koneksi antara ekstraksi sumber daya alam, dengan berbagai sektor ekonomi yang ada, seperti dengan menginvestasikan pendapatan yang ada, untuk Revitalisasi industri skala besar hingga untuk kepentingan public seperti kesehatan dan pendidikan, seperti Government Pension Fund Global (Olsen, 2019). Hilirisasi pendapatan migas inilah yang menjadi kunci, bagi keberlanjutan perekonomian Norwegia, dan menjadi alasan terhindarnya dari kutukan sumber daya alam, sebagaimana prinsip Hartwick Rule.

Referensi

Cappelen, Å. and L. Mjøset (2009). ‘Can Norway Be A Role Model For Natural Resource Abundant Countries?’. Research Paper 2009/023. Helsinki: UNU-WIDER.

Harris, J. M., & Roach, B. (2017). Environmental and Natural Resource Economics: A Contemporary Approach. Florence: Taylor and Francis.

Olsen, Ø. (2019). Managing natural resources — lessons from Norway. Retrieved April 10, 2021, from https://www.norges-bank.no/en/news-events/news-publications/Speeches/2019/2019-03-26-mozambique/

Ruta, Giovanni & Hamilton, Kirk & Tajibaeva, Liaila. (2006). Capital Accumulation and Resource Depletion: A Hartwick Rule Counterfactual. Environmental & Resource Economics. 34. 517–533. 10.1007/s10640–006–0011–2.

Sachs, Jeffrey D. and Andrew M. Warner. “The Big Rush, Natural Resource Booms And Growth,” Journal of Development Economics, 1999, v59(1,Jun), 43–76.

--

--